Pages

Wednesday, September 25, 2013

Awal Pentadwinan Hadits

Awal Penulisan Hadits ...

RASULULLAH MELARANG MENULIS HADITS

ﻭَﻣَﺎ ﺁﺗَﺎﻛُﻢُ ﺍﻟﺮَّﺳُﻮﻝُ ﻓَﺨُﺬُﻭﻩُ ﻭَﻣَﺎ ﻧَﻬَﺎﻛُﻢْ ﻋَﻨْﻪُ ﻓَﺎﻧﺘَﻬُﻮﺍ .…

“Apa yang diberikan Rasul padamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka
tinggalkanlah…” (al-Hasyr: 7)
Dari firman Allah ini dijelaskan bahwa apa yang dilarang oleh Rasulullah saw harus ditinggalkan.
Diantaranya adalah menulis selain al-Quran. Rasulullah saw bersabda:

ﻻَ ﺗَﻜْﺘُﺒُﻮْﺍ ﻋَﻨِّﻰ ﺷَﻴْﺌًﺎ ﺇِﻻَّ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥَ ﻓَﻤَﻦْ ﻛَﺘَﺐَ ﻋَﻨِّﻰ ﻏَﻴْﺮَ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥِ ﻓَﻠْﻴَﻤْﺤُﻪُ ) ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺃﺣﻤﺪ ﺭﻗﻢ 11362 ﻭﻣﺴﻠﻢ ﺭﻗﻢ 3004
ﻭﺃﺑﻮ ﻳﻌﻠﻰ ﺭﻗﻢ 1209 ﻭﺍﻟﺪﺍﺭﻣﻰ ﺭﻗﻢ 450 ﻭﺍﺑﻦ ﺣﺒﺎﻥ ﺭﻗﻢ 6254 ) .
“Janganlah kalian menulis sesuatu dari saya kecuali al-Quran. Barang siapa yang menulis dari saya
selain al-Quran, maka hapuslah” (HR Ahmad No 11362, Muslim No 3004, Abu Ya’la No 1209, ad-
Darimi No 450 dan Ibnu Hibban No 6254)

Namun Rasulullah Saw memberi keringanan kepada seorang sahabat yang minta dituliskan hadis-
hadis Rasulullah Saw, yaitu saat Nabi berkhutbah dalam haji perpisahan;

ﻗَﺎﻡَ ﺃَﺑُﻮ ﺷَﺎﻩٍ ﺭَﺟُﻞٌ ﻣِﻦْ ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟْﻴَﻤَﻦِ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺍﻛْﺘُﺒُﻮﺍ ﻟِﻰ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ . ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﻛْﺘُﺒُﻮﺍ
ﻷَﺑِﻰ ﺷَﺎﻩٍ . ﻗُﻠْﺖُ )ﺍﻟﻮﻟﻴﺪ ( ﻟِﻸَﻭْﺯَﺍﻋِﻰِّ ﻣَﺎ ﻗَﻮْﻟُﻪُ ﺍﻛْﺘُﺒُﻮﺍ ﻟِﻰ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻗَﺎﻝَ ﻫَﺬِﻩِ ﺍﻟْﺨُﻄْﺒَﺔَ ﺍﻟَّﺘِﻰ ﺳَﻤِﻌَﻬَﺎ ﻣِﻦْ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ
ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ 2434 ﻭﻣﺴﻠﻢ 3371 )

“Lalu Abu Syah, seorang lelaki dari Yaman berkata: “Tuliskanlah untuk saya, wahai Rasulullah!”
Rasulullah Saw bersabda: “Tuliskanlah untuk Abu Syah!”. al-Walid (perawi) bertanya: “Apa yang ia
maksud dengan perkataannya “Tuliskanlah untuk saya, wahai Rasulullah!”. Auzai menjawab: “Yaitu
khutbah yang ia dengar dari Rasulullah” (HR al-Bukhari No 2434 dan Muslim No 3371)
Sebagaimana diketahui, keringanan ini oleh Rasulullah ditujukan kepada Abu Syah. Namun beberapa
sahabat yang lain memiliki beberapa catatan yang berisi hadis-hadis Rasulullah Saw, seperti riwayat
berikut:

ﻋَﻦْ ﻋَﻠِﻰٍّ ﺭﺿﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻗَﺎﻝَ ﻣَﺎ ﻛَﺘَﺒْﻨَﺎ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻰِّ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺇِﻻَّ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥَ ، ﻭَﻣَﺎ ﻓِﻰ ﻫَﺬِﻩِ ﺍﻟﺼَّﺤِﻴﻔَﺔِ )ﺭﻭﺍﻩ
ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ 3179 )

“Dari Ali, ia berkata: Kami tidak menulis dari Rasulullah Saw kecuali al-Quran dan hal-hal yang ada
dalam lembaran ini (hadis yang menjelaskan tentang perjanjian sesama muslim, luas Madinah dan
sebagainya)…” (al-Bukhari No 3179)
Begitu pula dari Abu Hurairah, ia berkata:

ﻳَﻘُﻮﻝُ ﺍَﺑُﻮْ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ﻣَﺎ ﻣِﻦْ ﺃَﺻْﺤَﺎﺏِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻰِّ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃَﺣَﺪٌ ﺃَﻛْﺜَﺮَ ﺣَﺪِﻳﺜًﺎ ﻋَﻨْﻪُ ﻣِﻨِّﻰ ، ﺇِﻻَّ ﻣَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﻣِﻦْ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺑْﻦِ
ﻋَﻤْﺮٍﻭ ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻛَﺎﻥَ ﻳَﻜْﺘُﺐُ ﻭَﻻَ ﺃَﻛْﺘُﺐُ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ 113

“Tidak ada dari sahabat-sahabat Nabi Saw yang hafal hadis lebih banyak dari saya, selain dari
Abdullah bin Amr (bin Ash) Sebab dia menulis dan saya tidak menulis” (al-Bukhari 113)
Penulisan hadis dikalangan sahabat kala itu masih terbatas perorangan, tidak semua menulisnya,
karena memang Rasulullah Saw melarangnya. Setelah Rasulullah wafat, bahkan selesainya masa
khulafa’ ar-Rasyidin juga belum ada penulisan hadis yang baik, meskipun di masa khalifah Usman ibn Affan telah
rampung membukukan al-Quran yang pada awalnya baik Khalifah Abu Bakar, Amirul Mu’minin Umar
bin Khattab dan Zaid bin Tsabit ragu untuk membukukan al-Quran dengan alasan sederhana, ‘karena
tidak pernah dilakukan Rasulullah Saw’.

Baru di masa Dinasti Bani Umayyah ketika dipimpin oleh Umar bin Abdul Aziz yang banyak disebut
sebagai Khalifah yang kelima, ia memberi perintah:

ﻭَﻛَﺘَﺐَ ﻋُﻤَﺮُ ﺑْﻦُ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟْﻌَﺰِﻳﺰِ ﺇِﻟَﻰ ﺃَﺑِﻰ ﺑَﻜْﺮِ ﺑْﻦِ ﺣَﺰْﻡٍ ﺍﻧْﻈُﺮْ ﻣَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﻣِﻦْ ﺣَﺪِﻳﺚِ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ –
ﻓَﺎﻛْﺘُﺒْﻪُ ، ﻓَﺈِﻧِّﻰ ﺧِﻔْﺖُ ﺩُﺭُﻭﺱَ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢِ ﻭَﺫَﻫَﺎﺏَ ﺍﻟْﻌُﻠَﻤَﺎﺀِ ، ﻭَﻻَ ﺗَﻘْﺒَﻞْ ﺇِﻻَّ ﺣَﺪِﻳﺚَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻰِّ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ، ﻭَﻟْﺘُﻔْﺸُﻮﺍ
ﺍﻟْﻌِﻠْﻢَ ، ﻭَﻟْﺘَﺠْﻠِﺴُﻮﺍ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﻌَﻠَّﻢَ ﻣَﻦْ ﻻَ ﻳَﻌْﻠَﻢُ ، ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢَ ﻻَ ﻳَﻬْﻠِﻚُ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﻜُﻮﻥَ ﺳِﺮًّﺍ ) ﺻﺤﻴﺢ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ ﻣﻌﻠﻘﺎ 1 / ﺹ
186)

“Umar bin Abdul Aziz mengirim surat kepada Abu Bakar bin Hazam (Gubernur di Madinah): Lihatlah
apa yang ada dalam hadis Rasulullah, lalu tulislah. Sebab saya takut akan hilangnya ilmu dan
wafatnya ulama. Jangan kau terima kecuali hadis Rasulullah Saw, sebarkan ilmu, hendaklah duduk
mencari ilmu hingga orang yang belum tahu menjadi tahu. Sebab ilmu tidak akan hilang sehingga
menjadi rahasia” (Sahih Bukhari secara Muallaq 1/186)

al-Hafidz Ibnu Hajar berkata:

ﻳُﺴْﺘَﻔَﺎﺩ ﻣِﻨْﻪُ ﺍِﺑْﺘِﺪَﺍﺀ ﺗَﺪْﻭِﻳﻦ ﺍﻟْﺤَﺪِﻳﺚ ﺍﻟﻨَّﺒَﻮِﻱّ . ﻭَﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﻗَﺒْﻞ ﺫَﻟِﻚَ ﻳَﻌْﺘَﻤِﺪُﻭﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺤِﻔْﻆ ﻓَﻠَﻤَّﺎ ﺧَﺎﻑَ ﻋُﻤَﺮ ﺑْﻦ ﻋَﺒْﺪ ﺍﻟْﻌَﺰِﻳﺰ
ﻭَﻛَﺎﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﺭَﺃْﺱ ﺍﻟْﻤِﺎﺋَﺔ ﺍﻟْﺄُﻭﻟَﻰ ﻣِﻦْ ﺫَﻫَﺎﺏ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢ ﺑِﻤَﻮْﺕِ ﺍﻟْﻌُﻠَﻤَﺎﺀ ﺭَﺃَﻯ ﺃَﻥَّ ﻓِﻲ ﺗَﺪْﻭِﻳﻨﻪ ﺿَﺒْﻄًﺎ ﻟَﻪُ ﻭَﺇِﺑْﻘَﺎﺀ ) ﻓﺘﺢ ﺍﻟﺒﺎﺭﻱ ﻻﺑﻦ
ﺣﺠﺮ ﺝ 1 / ﺹ 163 )

“Darisinilah awal pembukuan hadis Nabi. Sebelumnya mereka berpedoman pada hafalan. Maka
ketika Umar bin Abdul Aziz khawatir hilangnya ilmu dengan wafatnya para ulama pada awal 100
tahun pertama hijriyah, Umar bin Abdul Aziz berpendapat bahwa dalam pembukuan hadis akan
semakin membuat akurat pada hadis dan kekal” (Fath al-Bari 1/163)
Gayungpun bersambut, dialah Muhammad bin Muslim bin Syihab az-Zuhri (w. 124 H) yang pertama
kali merespon permintaan penulisan hadis. Kemudian disusul secara serempak dari berbagai kota, di
Makkah ada Ibnu Juraij, di Madinah ada Ibnu Ishaq, di Kufah ada Rabi’ bin Shabih, Said bin Arubah,
Hammad bin Salamah, dan Sufyan ats-Tsauri, di Syam ada Auzai, di Yaman ada Hisyam dan
Ma’mar. Mereka semua hidup dalam satu generasi.

Generasi berikutnya adalah masa keemasan kodifikasi hadis, dengan lahirnya para ulama yang
mendermakan hidup dan perjuangannya untuk hadis dan berkelana mencari hadis, diantaranya adalah
Imam Bukhari, Muslim, Turmudzi, Abu Dawud, Nasai, Ahmad bin Hanbal dan sebagainya (Dr.
Muhammad Luthfi Shabbagh, al-Hadis an-Nabawi)
Mengapa saat itu tidak terdengar suara lantang tentang perbuatan “Bid’ah” ini? Padahal mereka
adalah ahli hadis semua? Ataukah para ahli hadis ini mengerti bahwa yang telah diperjuangkan ini
adalah Bid’ah yang baik…

(Wallahu A’lam)

No comments:

Post a Comment

 

Blogroll

.