Pages

Saturday, September 28, 2013

SUBHAT-SUBHAT PARA ORIENTALIS TERHADAP HADITS RASULALLAH SAW

 
  Berbagaicara dilakukan oleh musuh islam untuk (mentasykik ) membuat kaum muslimin ragu terhadap agamanya, ketika mereka mati-matian dan bersusah payah mempelajari Al-Qur’an untuk mencari kesalahan Al-Qur’an dan mencari cela untuk mencederai sumber pertama ajaran islam itu, kemudian mereka tidak menemuai sedikitpun cela untuk mencederainya dan mereka gagal total menyerang Al-Qur’an karena para ulama’ telah menjawab dan membantah semua subhat yang mereka sebarkan kepada kaum muslimin demi membuat ummat ragu terhadap ajaran islam, setelah lelah dan mereka tidak mendapatkan cela untuk menjatuhkan Al-Qur’an mereka kini mencoba mempelajari sumber kedua ajaran Islam yaitu Hadits Nabi, masih bertujuan sama yaitu untuk menyerang islam dan membuat ummat islam ragu terhadap agamanya dan beranggapan bahwa ummat islam akan berbondong-bondong keluar dari islam dan islam akan hancur dimuka bumi. Akan tetapi mereka salah kaprah ummat islam sama sekali tidak keluar dari agamanya bahkan mereka bertambah mantap terhadap islam dan bahkan membuat islam makin tersebar diseluruh penjuru dunia dikarenakan para orientalis yang mempelajari islam yang bertujuan menyerang islam malah kecentol dan mereka mendapatkan hidayah dari Allah swt, mereka menemui cayaha ilahi ketika mempelajarinya dan akhirnya mereka berbalik dari rencana mereka dan islam pun bertambah dikenal dunia oleh mereka.
    Terkadang para Orientalis mencoba mencederai Hadits Nabi dari subhat ‘ammah dan terkadang mereka mencederainya dari subhat khassah, Contoh perkataan mereka mencederai secara ‘ammah yaitu : “Sesungguhnya para Muhaddits hanya focus mengkritik pada Isnad (ruwwat) hadits tanpa memperhatikan Matan Hadits yakni (pada hadits itu sendiri)”.
Dan mereka juga mengatakan : “Sesungguhnya Hadits-hadits Imam Bukhori tidak semua Shahih ”.
               Adapun secara Khassah mereka mencederai hadits-hadits tertentu, mereka mengatakan bahwa Hadits yang menyatakan bahwa lalat yang masuk kedalam makanan harus dicelupkan kedalam makanan, itu disebabkan disalah satu sayapnya megandung penawar dan yang lain mengandung racun, lalu mereka mengatakan hadits itu tidak benar dan bertentangan dengan ilmu kedokteran.
             Maka pada kesempatan kali ini kita akan mencoba menjawab sebagian subhat ‘ammah mereka dan mungkin pada kesempatan yang lain kita akan menjawab subhat-subhat khassah mereka.

ULAMA’ ISLAM TIDAK ADA PERHATIAN TERHADAP MATAN HADITS

                Mereka mengatakan bahwa ulama’ ummah sama sekali tidak perhatian terhadap matan-matan hadits, ulama’ islam hanya banyak berbicara tentang sanad hadits dan mereka menuduh bahwa hadits-hadits tidak dapat diterima semuanya karena dimatannya terdapat kesalahan-kesalahan.
Menjawab subhat mereka ulama’ mencoba menjelaskan dengan sangat detail sehingga tidak ada cela bagi mereka untuk mencederai hadits nabi saw.
             Perkataan mereka yang mengatakan bahwa ulama’ islam tidak memperhatikan matan hadits sama sekali omong kosong tanpa dalil, mereka mengada-ngadakan sesuatu yang sama sekali tidak benar, banyak sekali kitab-kitab dan karangan-karangan  ulama’ terkait hal itu, bahkan  ulama’ tidak pernah membeda-bedakan perhatian mereka terhadap sanad ataupun matan hadits walau terkadang  perhatian mereka lebih terhadap sanad hadits, itu dikarenakan sanad lebih menentukan untuk menyatakan shahih tidaknya hadits, sebenarnya kalau mereka mengatakan bahwa ulama’ tidak memperhatikan sanad hadits, maka itu akan menjadi lebih baik lagi untuk menjatuhkan hadits karena hadits sangat tergantung pada sanad-sanadnya yakni para ruwwatnya akan tetapi mereka tidak mendapatkan cela untuk itu karena ulama’ sudah mencurahkan perhatian penuh terhadap sanad-sanad hadits oleh sebab itu mereka mencoba jalan lain yaitu menyerang matan hadits.

Contoh konkrit perhatian ulama’ terhadap matan Hadits :
1.
روى الإمام مسلم في صحيحه عن رافع بن خديج رضي االه عنه قال : " كنا نحاقل الأرض علي عهد رسول االه صلي االه عليه و سلم فنكريها بالثلث و الرابع و الطعام المسمي, فجاءنا ذات يوم رجل من عمومتي فقال : نهانا رسول االه االه صلي االه عليه و سلم عن أمر كان لنا نافعا, وطواعية الله و رسوله أنفع لنا, نهانا ان نحاقل بالأرض فنكريها بالثلث و الرابع و الطعام المسمي, و أمر رب الأرض أن يزرعها أو  يزرعها,وكره كراءها وما سوي ذلك".

              Diriwayatkan oleh Imam Muslim didalam shahihnya dari rafi’ ibn khadij radhiallahu ‘anhu dia berkata : Dahulu kami bercocok tanam pada zaman rasulallah saw, kami sewakan ladang-ladang kami dengan mengambil imbalan tsulus atau rubu’ atau dengan imbalan tertentu yang disepakati, pada suatu hari datang seseorang laki-laki yang dia itu masih paman saya lalu berkata : Rasulallah saw melarang kami atas sesuatu yang bermanfaat untuk kami, akan tetapi ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya lebih bermanfaat bagi kami, Beliau melarang kami menyewakan ladang-ladang dengan mengambil keuntungan tsulust atau rubu’ atau upah tertentu yg disepakati dari hasil ladang tersebut, dan beliau menyuruh orang yang mempunyai ladang itu untuk bercocok tanam sendiri atau minta orang lain untuk menanaminya tanpa meminta bagian dari hasilnya, dan beliau tidak menyukai perbuatan itu”
(shahih Muslim 5/23)

Riwayat ini telah dikritik oleh Zaid ibnu Tsabit radhiallahu ‘anhu.
Telah diriwayatkan Oleh Imam Abu Daud dari Urwah ibnu Zubair, dia berkata : telah Berkata Zaid Ibnu Tsabit ; Moga Allah mengampuni kesalahan Rafi ibnu Khadij, Aku lebih tahu tentang Hadits daripada dia, Sesungguhnya yang datang kepada Rasulallah adalah 2 orang laki-laki, berkata : Musaddad : mereka berdua kaum Ansor. Kemudian mereka sepakat (sewa menyewa dan imbalan yang mereka sepakati), kemudian mereka berseteru tentang kesepakatan itu, lalu Rasulallah saw Bersabda : “ Jika ini menyebabkan kalian bertengkar maka jangan kalian menyewa ladang-ladang kalian”. Musaddad menambahkan : “Jangan kalian menyewa ladang (tanpa huruf fa’ yang berarti (maka)”
(Sunan Abu Daud, 2/331)

             Zaid ibnu Tsabit telah membetulkan dan memperbaiki apa yang dikatakan Rafi’ ibnu Khadij karena dia hanya meriwayatkan pelarangan menyewa Ladang tanpa menyebutkan sebab pelarangannya sehingga maksud dari perkataan Rasulallah saw tidak sampai, sesungguhnya tatkala 2 laki-laki tadi berseteru atas apa yang telah mereka sepakati, Rasulallah saw melarang sebab perseteruan mereka, bukan melarang mereka untuk menyewakan ladang-ladang, apabila sempurna kesepakatan mereka tanpa ada perseteruan, pertengkaran, permusuhan, maka itu tidak mengapa, bahkan itu baik untuk saling ta’aruf dan bersilaturrahim.

Ulama’ berpendapat pelarangan hadits yang diriwayatkan Rafi’ ada 2 kemungkinan :
1.       Itu adalah awal para muhajirin ketika hijrah ke madinah dan rasulallah saw menyuruh kaum Ansor memberikan sebagian tanah mereka untuk ditanami oleh kaum muhajirin tanpa meminta imbalan atau upah dari hasil tanah itu.
2.       Adapun pelarangan Rasulallah saw menyewakan ladang dengan mengambil imbalan dari hasilnya itu dikarenakan kekhawatiran beliau terjadinya perselisihan dan permusuhan sesama muslim.

              Para Sahabat radhiallahu ‘anhum sangat tasyaddud (keras) dalam periwayatan baik lafazh ataupun nash hadits, dan mereka tidak suka tasahul (mempermudah-mudah) dalam periwayatan bahkan sampai  huruf (wa) dan (fa’) mereka sangat memperhatikannya.

2. Ibnu Umar mendengar Ibnu ‘Umair berkata : Bersabda Rasulallah saw


قال رسول الله "مثل المنافق كمثل الشاة الرابضة بين الغنمين" فقال إبن عمر : ويلكم..... لا تكذبوا علي رسول لله صلي االه عليه و سلم, إنما قال : " "مثل المنافق كمثل الشاة العائرة بين الغنمين". قال رسول الله
      Dari riwayat  diatas dapat kita lihat bagaimana Ibnu Umar mengkritik matan hadits yang diriwayatkan oleh ibnu ‘Umair, hanya pada kalimat  (الرابضة) dan (العائرة). Itu menunjukkan perhatian penuh dikalangan sahabat pada matan hadits.

3.
·                        Pernah pada suatu hari orang yahudi menghadirkan kitab atau surat  pembatalan kewajiban membayar upeti ahli khaibar dan mereka mengklaim bahwa kitab itu adalah dari Rasulallah saw dan didalam surat  perjanjian itu ada tecantum nama para saksi dari kalangan sahabat dan mereka juga mengatakan bahwa surat pembatalan perjanjian itu adalah Tulisan Ali bin Abi Thalib (karena Rasulallah tidak bisa menulis) ketika surat itu dipaparkan kepada Abu Bakr al-khatib beliau pun berkata : Surat ini sama sekali tidak benar, ini palsu.
Ketika ditanya darimana bisa engkau mengatakan bahwa surat ini bohong dan palsu ??
beliau menjawab : didalamnya terdapat kesaksian Muawiyah dan beliau masuk islam pada fathu makkah pada tahun ke-8 hijriayh, adapun fathul khaibar pada tahun ke-7 H, dan didalamnya juga terdapat kesaksian Saad ibnu Mu’az dan beliau meninggal di bani Quraishah 2 tahun sebelum fathu khaibar, jelas ini bohong besar dan matan riwayat ini palsu tidak benar dari Rasulallah saw.

·                                   Ibnu Qayyim meriwayatkan : kitab yang sama pernah dipaparkan kepada Ibnu Taimiyah rahimallah dan ketika itu banyak disekeliling beliau orang-orang Yahudi, tatkaka beliau membuka dan menelitinya sejenak, kemudian beliau meludahi surat itu, lalu berkata : surat ini palsu dan ini bohong besar, kemudian dengan pengetahuan beliau dan keilmuan beliau yang tak diragukan lagi beliau menyebutkan alasan-alasan kebohongan surat itu.

4,       Imam Muslim meriwayatkan  dengan sanadnya dari nafi’, beliau berkata : dikatakan kepada ibnu umar : bahwa abu Hurairah pernah meriwayatkan : “aku mendengar rasulallah saw bersabda :
"من تبع جنازة فله قيراط من الأجر"  فقال إبن عمر : أكثر علينا أبو هريرة,

   “Barangsiapa yang ikut melaksanakan fardu kifayah terhadap mayat maka dia akan mendapatkan pahala sebesar gunung”
                Kemudian hal itu dilaporkan kepada ummul mu’minin Aisyah Radiallahuanha. Lalu Aisyah membenarkan apa yang dikatakan Abu Hurairah, dan ibnu umar telah salah sangka terhadap abu hurairah dalam periwayatan.

              Imam Nawawi mengatakan perkataan ibnu umar  أكثر علينا أبو هريرة : sesungguhnya ibnu umar khawatir dengan terlalu banyaknya Abu Hurairah meriwayatkan hadits mungkin pada hadits ini beliau telah salah atau lupa atau mungkin abu hurairah telah khilaf sehingga hadits yang satu telah tertukar dan tercampur dengan hadits yang lain.
              Kemudian Imam Nawawi menambahkan : bukan berarti bahwa ibnu Umar telah menuduh abu Hurairah sama sekali belum pernah mendengar hadits ini, ketika Ummul Mu’minin telah membenarkan apa yang dikatakan Abu Hurairah kemudian ibnu Umar mengerti dan paham bahwa Abu Hurairah adalah Ulama’ para sahabat dalam meriwayatkan hadits beliau sangat mutqin terhadap hadits dan sangat hafal banyak hadits-hadits rasul tanpa pernah lupa sedikitpun.
               Diriwayatkan oleh imam Muslim dikitab “Al-Janaiz dan di BAB “Mayat akan disiksa didalam kubur akibat tangisan keluarganya”, dari Hisyam ibnu ‘urwah dari ayahnya berkata : ibnu Umar mengatakan bahwa “mayat akan disiksa didalam kubur akibat tangisan keluarganya” lalu perkataan beliau ini disampaikan kepada Aisyah radiallahuanha lalu Aisyah RA berkata : Semoga Allah merahmati abu abdulallah (ibnu Umar), dia mendengar hadits tetapi tidak mengingatnya dengan baik, sesungguhnya telah lewat dihadapan Rasulallah saw jenazah seorang Yahudi sedang keluarganya menangisi mayat itu, lalu Rasulallah saw bersabda : “kalian menangisinya dan dia pasti akan tetap diazab”
                Ini dizaman para sahabat dan ini sangat banyak terjadi dikalangan mereka, misalnya saja tawaqufnya Abu Bakar Siddiq dari Hadits Mughirah tentang bagian harta waris untuk seorang Nenek-nenek, dan juga ketawaqufan Umar ibnu Khattab dari hadits Abu Musa Al-Asy’ari tentang seorang harus pergi dari rumah seseorang ketika tidak ada jawaban dari tuan rumah dan sudah 3 kali mengucapkan salam terhadap tuan rumahnya, dan ini semua bukan berarti para sahabat baik Abu Bakar atau Umar ibnu khattab ataupun yang lainnya ragu terhadap apa yang diriwayatkan oleh sahabat yang menyampaikan riwayat itu, melainkan hanya untuk mengakidkan kebenaran dan keabsahan hadits itu, lebih-lebih lagi ketika bersangkutan tentang hukum syar’I maka kehati-hati para sahabat pun akan lebih lagi.
              Lihat apa  yang dikatakan Umar ibnu Khattab kepada Abu Musa : Sungguh aku tidak menuduhmu ataupun aku tidak mempercayaimu akan tetapi itu adalah sabda Rasulallah saw, dan apa yang aku lakukan hanyalah bentuk berhati-hatiku  dan agar lebih teliti lagi terhadap hadits rasulallah saw. Dan jangan lupa bahwa para Sahabat semuanya ‘udul (diterima riwayatnya).
               Dan adapun menaqd (mengktik) atau perhatian para ulama’ terhadap matan hadits dizaman setelah sahabat yakni pada zaman para tabi’in dan dizaman setelah mereka banyak sekali, seandainya saja para orientalis itu mempelajari hadits lebih dalam lagi maka hati mereka akan terbuka dan mereka tidak akan berani mengada-ngada dan berbohong, andaisaja mereka membaca kitab-kitab Musthalah atau  ‘ilal hadits dan membaca hadits-hadits Syaz, pasti mereka akan mendapatkan jawaban tentang apa yang mereka subhatkan dan bahkan sangat dalam para ulama’ membahas permasalah itu yakni (naqd matan).
Sesugguhnya yang membuat kita heran bercampur marah adalah mereka para  musuh islam berpendapat bahwa subhat-subhat dan kebohongan-kebohongan yang mereka lakukan terhadap islam dan sumber ajarannya, itu adalah (hurriyah al- ra’yi) kebebasan berpendapat, mereka berpendapat bahwa semua yang mereka lakukan baik itu mencaci para sahabat dan menuduh mereka telah berbohong kepada Allah dan Rasul-Nya adalah  kebebasan berpendapat. Dari segi apa kalian mengatakan kebebasan berpendapat disini,……?? Apakah perbuatan kalian yang sudah menghancurkan agama dan membuat kaum muslimin ragu terhadap islam dan ajarannya itu disebut kebebasan berpendapat….??? Kebenaran tetap saja akan menang para ulama’ sangat mudah mematahkan dan menjawab semua subhat-subhat mereka. Alhamdulillah Allah telah menyiapkan ulama'-ulama' khususnya ulama' hadits untuk menyebarkan dan menjaga sumber kedua ajaran islam dari para musuh-musuh islam.

 
Sumber :
Diktat Kuliah tingat 3 Fakultas Usuluddin su'bah Hadits
Universitas Al-Azhar Cairo-Mesir
Daf'u Al-Subhat Haul Al-Hadist







No comments:

Post a Comment

 

Blogroll

.